Perkembangan perpajakan mengalami perubahan seiringnya berjalannya waktu dengan menyesuaikan perkembangan kehidupan social, masyarakat dan ekonomi di Indonesia. Sejak tahun 1983 Negara Indonesia telah menerapkan Self-Assessment System (SAS). Wajib pajak memiliki kebebasan dan memiliki peran aktif dalam menentukan besaran pajak yang terutang dan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan telah dibayarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia.

Sistem perpajakan self-assessment merupakan komponen penting dari sistem perpajakan di Indonesia, memainkan peran penting dalam menghasilkan pendapatan pemerintah dan memastikan kepatuhan pajak. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui penerapan sistem self-assesment perpajakan di Indonesia dan penerapan pemeriksaan pajak di Indonesia terkait penerapan pajak, kepatuhan wajib pajak, persepsi wajib pajak dan pemeriksaan pajak di Indonesia. Hal ini sangat penting untuk dilakukan dikarenakan kepatuhan wajib pajak di Indonesia yang masih belum memuaskan dikarenakan apabila dikaitkan dengan sistem self-assesment, seharusnya semua wajib pajak melaporkan SPT nya. Adapun data kepatuhan formal wajib pajak Tahun 2016-2022, sebagai berikut:

No Tahun Data Wajib Pajak Data Laporan Wajib Pajak Capaian
1 2018 17.65 Juta 12.55 Juta 71.1%
2 2019 18,33 Juta 13,37 Juta 72,9%
3 2020 18,72 Juta 14,60 Juta 78,0%
4 2021 19 Juta 15,97 Juta 84%
5 2022 19,07 Juta 15,87 Juta 83,02%

Oleh karena itu, penting akan adanya pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak untuk meminimalisir adanya resiko ketidakpatuhan atau penipuan yang dilakukan oleh wajib pajak. Salah satu tindakan pengawasan yang dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah melakukan tindakan pemeriksaan pajak secara konsisten kepada seluruh wajib pajak di Indonesia. Dari pemaparan tersebut, penelitian ini akan menganalisa terkait penerapan sistem self-assesment perpajakan di indonesia dan penerapan pemeriksaan pajak sebagai tindakan pengawasan sistem self-assesment di indonesia

Self-Assessment System (SAS) merupakan suatu pendekatan yang diterapkan dalam perpajakan di Indonesia yang mengharuskan wajib pajak untuk menghitung, melaporkan, dan membayar pajak yang terutang secara mandiri. Konsep ini memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada wajib pajak, sedangkan pemerintah berperan sebagai pengawas dan pemantau.

Persepsi wajib pajak, di sisi lain, mengacu pada keyakinan, sikap, dan pendapat wajib pajak tentang sistem perpajakan dan pengalaman mereka dengannya. Persepsi tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pemahaman mereka terhadap undang-undang perpajakan, interaksi mereka dengan otoritas pajak, persepsi mereka terhadap keadilan, kompleksitas sistem perpajakan, dan tingkat kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam menggunakan penerimaan pajak secara efektif.

Hubungan antara sistem self-assessment perpajakan dan persepsi wajib pajak dapat mempunyai aspek positif dan negatif. Pertama, Kepatuhan dan Pelaporan Sukarela: Sistem penilaian mandiri pajak yang berfungsi dengan baik dapat mendorong kepatuhan sukarela di kalangan wajib pajak. Kedua, Kepercayaan dan Keyakinan: Persepsi positif terhadap sistem self-assessment perpajakan dapat berkontribusi dalam membangun kepercayaan dan keyakinan antara wajib pajak dan otoritas pajak. Ketiga, Kompleksitas dan Pemahaman: Kompleksitas sistem self-assessment perpajakan dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak. Jika sistemnya terlalu rumit, dengan aturan dan prosedur yang rumit. Keempat, Interaksi dengan Otoritas Pajak: Interaksi antara wajib pajak dan otoritas pajak dapat berdampak signifikan terhadap persepsi wajib pajak. Jika wajib pajak memandang otoritas pajak sebagai pihak yang membantu, responsif, dan adil.

Untuk meningkatkan persepsi wajib pajak di Indonesia, penting untuk fokus pada beberapa aspek. Pertama, penyederhanaan: menyederhanakan undang-undang, prosedur, dan formulir perpajakan dapat membantu mengurangi kompleksitas dan meningkatkan pemahaman wajib pajak mengenai kewajiban mereka. Kedua, Komunikasi dan Edukasi: Meningkatkan upaya komunikasi dan edukasi dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman wajib pajak terhadap sistem self assesment pajak. Ketiga, Keadilan dan Transparansi: Memastikan keadilan dan transparansi dalam administrasi perpajakan, seperti meminimalkan korupsi dan pengambilan keputusan yang sewenang-wenang. Keempat, Kualitas Layanan: Meningkatkan kualitas layanan yang diberikan oleh otoritas pajak, seperti pemrosesan laporan pajak yang efisien, tanggapan yang cepat terhadap pertanyaan, dan bantuan yang bermanfaat.

Penerapan persepsi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak belum mampu untuk menanggulangi adanya tindakan ketidakpatuhan dan penipuan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam melakukan laporan pajak. Oleh karena itu, penting akan adanya pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak. Salah satu tindakan pengawasan adalah melakukan tindakan pemeriksaan pajak secara konsisten kepada seluruh wajib pajak di Indonesia.

Hal ini dilakukan dikarenakan pemeriksaan pajak dinilai cukup efektif sebagai tindakan pengawasan terhadap penerapan sistem self-assessment oleh Wajib Pajak. Hal ini ditunjukkan dengan penerapan strategi yang tepat, pemeriksaan pajak juga telah terlaksana sesuai dengan tahapan, prosedur dan standar yang telah ditetapkan. Pemeriksaan pajak harus dilaksanakan oleh pemeriksa fungsional yang profesional, berintegritas tinggi, dan independen.

Apabila pengawasan pajak yang dilakukan pajak dilakukan oleh Sumber Daya Manusia yang profesional, berintegritas dan independent, maka pelaksanaan pengawsan akan berjalan dengan efektif untuk memerangi adanya penghindaran pajak, tindakan ketidakpatuhan dan penipuan. Sehingga dengan adanya pengawasan terhadap sistem self-assessment dengan melakukan pemeriksaan pajak kepada wajib pajak di Indonesia. Hal ini akan memberikan efek jera kepada wajib pajak yang akan melakukan tindakan ketidakpatuhan dan mendeteksi aktivitas penipuan secara efektif. Sehingga kedepannya wajib pajak akan akan secara sukarela atauapun tidak secara sukarela akan melaporkan kewajiban pajaknya sesuai dengan kewajiban yang harus dibayar ileh wajib pajak di Indonesia.

Sistem self-assessment memiliki beberapa keuntungan, seperti mengurangi beban otoritas pajak, mendorong transparansi, dan meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak. Hal ini memberdayakan pembayar pajak dengan memungkinkan mereka mengambil tanggung jawab atas kewajiban perpajakan mereka dan mendorong mereka untuk menyimpan catatan yang akurat dan menyerahkan laporan pajak tepat waktu. Salah satu tantangan utama adalah memastikan kepatuhan wajib pajak dan memerangi penghindaran pajak. Meskipun sistem ini bergantung pada kejujuran dan integritas wajib pajak, masih diperlukan upaya penegakan hukum yang kuat untuk mencegah ketidakpatuhan dan mendeteksi aktivitas penipuan secara efektif.

Oleh karena itu salah satu tindakan untuk memastikan kepatuhan wajib pajak dan memerangi penghindaran pajak yang paling tepat dan efektif yang dilakukan oleh Pemerintah adalah melakukan tindakan pengawasan terhadap sistem self-assessment dengan melakukan pemeriksaan pajak kepada wajib pajak di Indonesia.